BERPUASA TAPI SIA SIA




Orang yang berpuasa hanya menahan lapar dan dahaga saja adalah hakekatnya orang yang tidak tahu malu kepada Allah dengan sebenar benarnya.

Sebuah hadits yang selayaknya jadi bahan renungan kita khususnya bagi yang sedang berpuasa :

Dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda :
«اسْتَحْيُوا مِنَ اللَّهِ حَقَّ الحَيَاءِ». قَالَ: قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا نَسْتَحْيِي وَالحَمْدُ لِلَّهِ، قَالَ: «لَيْسَ ذَاكَ، وَلَكِنَّ الِاسْتِحْيَاءَ مِنَ اللَّهِ حَقَّ الحَيَاءِ أَنْ تَحْفَظَ الرَّأْسَ وَمَا وَعَى، وَالبَطْنَ وَمَا حَوَى، وَلْتَذْكُرِ المَوْتَ وَالبِلَى، وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَةَ تَرَكَ زِينَةَ الدُّنْيَا، فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدْ اسْتَحْيَا مِنَ اللَّهِ حَقَّ الحَيَاءِ»

“Malulah kepada Allah dengan sebenar-benar malu”, ia berkata, “Kami berkata, 'Wahai Rasulullah, kami sudah benar-benar malu kepada Allah, Alhamdulillah?”,  Beliau menjawab, “Bukan seperti itu, akan tetapi malu kepada Allah yang benar itu adalah dengan memelihara kepala dan apa yang ada disekitarnya, memelihara perut dan apa yang berhubungan dengannya, dan mengingat mati dan kehancurannya. Siapa saja yang menghendaki akhirat maka hendaklah ia meninggalkan perhiasan dunia. Siapa saja yang telah melakukan itu semua, maka ia sungguh telah malu kepada Allah dengan sebenar-benar malu. (HR Tirmidzi : 2458, disahihkan oleh Al Albani didalam Shahih Sunan tirmidzi 2/590)

Al Mubarakfuri rahimahullah mengatakan tentang maksud hadits diatas :

أَنْ تَحْفَظَ الرَّأْسَ أَيْ عَنِ اسْتِعْمَالِهِ فِي غَيْرِ طَاعَةِ اللَّهِ بِأَنْ لَا تَسْجُدَ لِغَيْرِهِ وَلَا تُصَلِّيَ لِلرِّيَاءِ وَلَا تَخْضَعَ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ وَلَا تَرْفَعَهُ تَكَبُّرًا وَمَا وَعَى أَيْ جَمَعَهُ الرَّأْسُ مِنَ اللِّسَانِ وَالْعَيْنِ وَالْأُذُنِ عَمَّا لَا يَحِلُّ اسْتِعْمَالُهُ وَتَحْفَظَ الْبَطْنَ أَيْ عَنْ أَكْلِ الْحَرَامِ وَمَا حَوَى أَيْ مَا اتَّصَلَ اجْتِمَاعُهُ بِهِ مِنَ الْفَرْجِ وَالرِّجْلَيْنِ وَالْيَدَيْنِ وَالْقَلْبِ فَإِنَّ هَذِهِ الْأَعْضَاءَ مُتَّصِلَةٌ بِالْجَوْفِ وَحِفْظُهَا بِأَنْ لَا تَسْتَعْمِلَهَا فِي الْمَعَاصِي بَلْ فِي مَرْضَاةِ اللَّهِ تَعَالَى

“Agar menjaga kepala jangan digunakan pada perkara bukan ketaatan, seperti sujud kepada selain Allah, janganlah shalat karena riya, jangan merendahkan kepala untuk selain Allah, jangan mengangkat kepala karena sombong, dan juga menjaga apa yang ada disekitar kepala yaitu lisan, mata, telinga dari perkara yang tidak halal menggunakannya. Menjaga perut yakni dari memakan yang haram, adapun makna yang ada disekitar perut yaitu anggota badan yang menyambungkan ke perut kemaluan, dua tangan, dua kaki dan hati, semua anggota badan ini menyambungkan ke rongga mulut, maka peliharlah agar tidak menggunakannya untuk kemaksiatan tapi untuk mencari keridhaan Allah Ta’ala” (Tuhfatul Ahwadzi, syarah Sunan Tirmidzi 7/155).

Keutamaan menjaga lisan dan kemaluan sangatlah besar, berupa jaminan Surga dari Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.

Dari Sahal bin Sa’ad dari Rasulullah shalallahu alaihi wasallam beliau bersabda :

مَنْ يَضْمَنْ لِي مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الجَنَّةَ

“Barang siapa yang mampu menjamin untuk ku (dengan menjaga) antara dagunya (lisan) dan antara kedua kakiknya (kemaluan) maka aku jamin ia Surga” (HR Bukhari : 6474).

Oleh karenanya yang paling banyak menjerumuskan manusia ke neraka juga adalah lisannya, sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu alaihi wasallam ketika ditanya apa yang banyak menyebabkan orang masuk neraka, beliau shalallahu alaihi wasallam menjawab :

الْأَجْوَفَانِ الْفَمُ، وَالْفَرْجُ 
“Dua lubang berongga yaitu mulut (lisan) dan kemaluan” (HR Tirmidzi : 2004, disahihkan oleh Al Albani pada Shahih Sunan Tirmidzi 2/379). 

Pastikan lisan anda terjaga ketika sedang berpuasa dari berkata dusta, ghibah, namimah, bersumpah palsu, mencela, melaknat, menghina, demikian juga mata dari melihat yang haram, film, sinetron,  wanita yang bukan mahram, demikian juga telinga dari mendengar perkara yang haram, musik, dusta, ghibah, yang semua itu hanyalah akan merusak dan menghancurkan pahala ibadah puasa kita, walaupun secara hukum puasanya tetap sah.

Dari Abu Hurairah  radhiyallahu anhu , Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda :

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

“Barang siapa yang tidak meninggalkan perkatann dosa dan mengamalkan dengannya, maka Allah tidak butuh dari menahan makannya dan minumnya (puasanya)” (HR Bukhari : 6057).

Mereka lah kaum yang puasanya tidak mendapatkan apa apa selain rasa lapar dan dahaga saja. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda :

رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إلَّا الْجُوعُ وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إلَّا السَّهَرُ

Berapa banyak orang yang berpuasa tapi tidak mendapatkan pahala dari puasanya kecuali hanya rasa lapar saja, demikian juga berapa banyak orang yang tarawih sementara tidak mendapatkan dari ibadah tarawihnya kecuali hanya begadang saja” (HR Ibnu Khuzaimah : 1997, Ibnu Majah : 1690, di sahihkan oleh Al Albani di shahih Sunan Ibnu Majah  2/71)

Maka puasa hakekatnya bukan sekedar menahan makan dan minum saja, tapi puasa anggota badan kita dari melakukan dan menggunakannya pada perkara yang diharamkan, inilah hakekat puasa. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda :
لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ

“Puasa itu bukan sekedar dari menhan makan dan minum saja, akan tetapi menahan dari perbuatan sia sia dan perkataan dosa” (HR Ibnu Khuzaimah : 1996, syaikh Al Albani mengatakan sanadnya shahih, lihat shahih Ibnu Khuzaimah 3/242).

Jabir bin Abdillah radhiyallahu menasihatkan kepada kita  :
إِذَا صُمْتَ فَلْيَصُمْ سَمْعُكَ وَبَصَرُكَ وَلِسَانُكَ عَنِ الْكَذِبِ وَالْمَآثِمِ، وَدَعْ أَذَى الْخَادِمِ وَلْيَكُنْ عَلَيْكَ وَقَارٌ وَسَكِينَةٌ يَوْمَ صِيَامِكَ، وَلَا تَجْعَلْ يَوْمَ فِطْرِكَ وَيَوْمَ صِيَامِكَ سَوَاءً 
Apabila engkau berpuasa maka puasalah pendengaranmu, penglihatanmu, dan lisanmu dari berkata dusta dan dosa, jangan menyakiti pembantu, hendaklah pada hari puasamu engkau bersikap tenang , jangan jadikan antara dan tidak puasa itu keadannya sama” (HR Ibnu Abi Syaibah : 8880, Lathoiful Ma’arif, hal. 292 )

Sebagian ulama salaf berkata :
أَهْوَنُ الصِّيَامِ  تَرْكُ الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ 
Puasa yang paling ringan adalah menahan makan dan minum” (Lathoiful Ma’arif, Ibnu Rajab,  hal. 292). 
Demikian semoga bermanfaat, wallahu A'lam

Oleh : ustad Abu Ghozie As Sundawie

0 Response to "BERPUASA TAPI SIA SIA "

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel