KEAGUNGAN BULAN MUHARAM





Bulan muharram adalah salah satu dari bulan haram, maksud dari haram adalah bulan terlarang, atau bulan terhormat.

Allah Ta’ala berfirman :


إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِندَ اللّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْراً فِي كِتَابِ اللّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَات وَالأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلاَ تَظْلِمُواْ فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ وَقَاتِلُواْ الْمُشْرِكِينَ كَآفَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَآفَّةً وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ

Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram . Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (QS At Taubah : 36)

Empat bulan haram yang dimaksud oleh ayat diatas adalah Dzulqa’idah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab, sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam didalam hadits yang di riwayatkan dari sahabat Abu barkah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda ;

الزَّمَانُ قَدْ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ: ذُو القَعْدَةِ وَذُو الحِجَّةِ وَالمُحَرَّمُ، وَرَجَبُ مُضَرَ، الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ

 Zaman itu beredar sebagaimana bentuknya ketika diciptakannya pada waktu Allah menciptakan langit dan bumi, satu tahun itu ada 12 bulan, diantaranya ada 4 bulan yang terlarang (terhormat), yang tiganya berturut turut yaitu Dzulqa’idah, dzulhijjah, muharram dan Rajab Mudhar yang berada diantara jumadil akhir dan sya’ban (HR Bukhari : 3197, Muslim : 29)

Dari ayat diatas menunjukan bahwa penanggalan ibadah kita itu adalah penanggalan hijriyah, dan penanggalan itulah yang diakui dan di shahkan oleh Allah ketika Allah menciptakan langit dan bumi.

Imam Al Qurthubi rahimahullah berkata :


هَذِهِ الْآيَةُ تَدُلُّ عَلَى أَنَّ الْوَاجِبَ تَعْلِيقُ الْأَحْكَامِ مِنَ الْعِبَادَاتِ وَغَيْرِهَا إِنَّمَا يَكُونُ بِالشُّهُورِ وَالسِّنِينَ الَّتِي تَعْرِفُهَا الْعَرَبُ، دونَ الشُّهورِ التي تَعْتَبِرُ هَا الْعَجَمُ وَالرُّومُ وَالْقِبْطُ

“Ayat ini menunjukan bahwasanya yang wajib bagi kaum muslimin adalah menggantungkan hukum hukum ibadah dan yang lainnya (mu’amalah) dengan (kalender) bulan bulan dan tahun tahun yang dikenal oleh bangsa Arab (baca Kalender hijriyah), bukan yang dinggap oleh orang bukan arab, Romawi, dan Qibty (mesir kuno)” (Tafsir Al Qurthubi 8/133)

Yang dimaksud dengan bulan haram adalah haram artinya suci, seperti ucapan tanah haram adalah tanah suci atau haram maknanya adalah terlarang, karena pada bulan tersebut terlarang peperangan atau terlarang malakukan dosa karena dosa yang dilakukan pada bulan bulan tersebut lebih besar dosanya disisi Allah dari pada dosa yang dilakukan pada bulan bulan lainnya. Bukan berarti dilarang berbuat dosa pada bulan tersebut dan boleh pada bulan lainnya.

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata tentang firman Allah “Janganlah kalian berbuat dzalim pada bulan bulan haram tersebut” :

لَا تَظْلِمُوا أَنْفُسَكُمْ فِي كُلِّهِنَّ، ثُمَّ اخْتَصَّ مِنْ ذَلِكَ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ فَجَعَلَهُنَّ حَرَمًا، وَعَظَّمَ حُرُمَاتِهِنَّ، وَجَعَلَ الذَّنْبَ فِيهِنَّ أَعْظَمَ، وَالْعَمَلَ الصَّالِحَ بِالْأَجْرِ أَعْظَمَ

“Janganlah kalian berbuat dosa pada semua bulan (bukan hanya pada 4 bulan suci), kemudian yang demikian itu dikhususkan pada 4 bulan suci, dijadikan sebagai bulan yang terlarang, dan diagungkan kesuciannya, dosa yang dilakukan padanya lebih besar, serta amal shalih yang dilakukan padanya lebih besar pahalanya” (Tafsir Ibnu Katsir 4/130)

Dosa kecil bisa berubah menjadi besar karena sebab tertentu, misalnya karena mulianya waktu berbuat dosa atau karena mulianya tempat dalam berbuat dosa. Sebagai permisalan, berbantah bantahan dan berbuat kefasikan dilarang dalam segala kondisi, dan pada saat sedang melaksanakan haji larangan itu lebih ditekankan lagi.

Allah Ta’ala berfirman :

الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُومَاتٌ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلاَ رَفَثَ وَلاَ فُسُوقَ وَلاَ جِدَالَ فِي الْحَجِّ وَمَا تَفْعَلُواْ مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللّهُ وَتَزَوَّدُواْ فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُوْلِي الأَلْبَابِ

(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi , barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats , berbuat fasik dan berbantah bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal. (QS Al Baqarah : 197)

Ayat ini tidak menunjukan bahwa berbantah bantahan dan berbuat kefasikan dibolehkan diluar haji, akan tetapi ingin menunjukan bahwa perkara tersebut adalah besar disisi Allah dosanya karena dilakukan pada saat ditanah haram, dan pada waktu yang haram pula.


KEKHUSUSAN BULAN MUHARRAM

Bulan muharam memiliki keistimewaan dibandingkan bulan buan lainnya secara umum atau dibandingkan bulan bulan haram yang lainnya secara khusus.

1.  Bulan yang paling utama diantara bulan bulan haram.

Para ulama berbeda pendapat tentang bulan haram yang paling utama, diantara mereka ada yang merojihkan (menguatkan pendapata) bahwa bulan muharam adalah bulan yang paling utama diantara bulan bulan haram yang lainnya. Sebagaimana dikatakan oleh Al Imam Al Hasan Al bashri rahimahullah :

إِنَّ اللَّهَ افْتَتَحَ السَّنَةَ بِشَهْرٍ حَرَامٍ، وَخَتَمَهَا بِشَهْرٍ حَرَامٍ، فَلَيْسَ شَهْرٌ فِيْ السَنَةِ بَعْدَ شَهْرِ رَمَضَانَ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ مِنَ الْمُحَرَّمِ

“Sesungguhnya Allah Ta’ala telah membuka awal tahun dengan bulan haram (muharram) dan menutup akhir tahun dengan bulan haram pula (Dzulhijjah), maka tidak ada bulan dalam satu tahun yang paling agung disisi Allah selain Ramadhan daripada bulan Allah Muharram” (Lathi-iful Ma’arif, Ibnu Rajab hal. 32)

2. Disandarkan penamaannya kepada Allah menjadi Syahrullah (bulan Allah)

Yang menunjukan keagungan bulan muharam juga adalah bulan muharam dinamakan syahrullah (bulan Allah), dimana penyandaran kepada Allah ini menunjukan keutamaan yang disandarakannya, seperti lafadz rumah Allah (baitullah) karena ia adalah tempat ibadah, Unta Allah (naqatullah) bagi untanya nabi shalih karena ia sebagai mu’jizat.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda ;

أَفْضَلُ الصَّلَاةِ، بَعْدَ الصَّلَاةِ الْمَكْتُوبَةِ، الصَّلَاةُ فِي جَوْفِ اللَّيْلِ، وَأَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ شَهْرِ رَمَضَانَ، صِيَامُ شَهْرِ اللهِ الْمُحَرَّمِ

“Shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adaah shaat maam, dan puasa yang paling utama setelah puasa ramadhan adalah (berpuasa) pada buan Allah (muharam)” (HR Muslim : 1163)

Al Hafidz Ibnu Rajab rahimahullah berkata :

وَ قَدْ سَمَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المُحَرَّمَ شَهْرَ اللَّهِ وَ اِضَافَتُهُ إِلَى اللَّه تَدُلُّ عَلَى شَرَفِهِ وَ فَضْلِهِ فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى لَا يَضِيْفُ إِلَيْهِ إِلَّا خَوَاصَ مَخْلُوْقَاتِهِ

“Dan sungguh Nabi shalallahu alaihi wasallam telah member nama bulan muharram dengan Syahrullah (bulan Allah), penyandaran bulan ini kepada Allah menunjukan kemuliaan dan keutamaannya, karena sesungguhnya Allah tidak menyandarkan sesuatu kepada diri Nya kecuali pada makhluknya yang khusus (Lathoiful ma’arif , Ibnu Rajab : 30)

3. Diharamkan memulai peperangan pada bulan muharam demikian juga pada bulan bulan haram lainnya. Dan ada khilaf para ulama apakah perang dibulan haram ini di hapus hukumnya ataukah tidak. Sebagian mengatakan bahwa yang diharamkan itu apabila memulai tapi kalau dalam rangka membalas maka di bolehkan. Berarti atas dasar ini maka hukum perang dibulan haram tidak dihapus akan tetapi muhkam.

4. Pada bulan muharam terdapat hari ‘Asyura.

➡ Hari ‘Asyura adalah hari ke sepuluh dibulan muharam, dimana ia memiliki keutamaan dan kekhususan dibandingkan hari hari yang lain, diantaranya :

🔵 Berpuasa pada hari ‘Asyura menggugurkan dosa setahun yang telah berlalu.

Dari Abu Qatadah radhiyallahu anhu ia berkata, Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda :

وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ

“Dan puasa ‘Asyura itu aku berharap kepada Allah menghapus dosa setahun sebelumnya” (HR Muslim : 1162, Abu Dawud : 2425, Tirmidzi : 749, Ibnu Majah : 1738)

Dosa yang diampuni dalam hadits diatas adalah dosa dosa kecil saja, sementara dosa dosa besar memerlukan taubat nasuha secara khusus. Sebagaimana di isyaratkan oleh hadits dari Abu hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda ;

الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتُنِبَتِ الْكَبَائِرُ

Shalat shalat yang lima waktu, dari satu shalat jum’at ke shalat jum’at berikutnya, dari bulan Ramadhan ke bulan ramadhan berikutnya adalah sebagai penghapus dosa diantaranya apabila meninggalkan dosa besar (HR Muslim : 233)

Al Imam An nawawi rahimahullah berkata :

وَفِي مَعْنَى هَذِهِ الْأَحَادِيثِ تَأْوِيلَانِ أَحَدُهُمَا يُكَفِّرُ الصَّغَائِرَ بِشَرْطِ أَنْ لَا يَكُونَ هُنَاكَ كَبَائِرُ فَإِنْ كَانَتْ كَبَائِرَ لم يكفر شيئا لا الكبائر لَا الْكَبَائِرَ وَلَا الصَّغَائِرَ وَالثَّانِي وَهُوَ الْأَصَحُّ الْمُخْتَارُ أَنَّهُ يُكَفِّرُ كُلَّ الذُّنُوبِ الصَّغَائِرِ وَتَقْدِيرُهُ يَغْفِرُ ذُنُوبَهُ كُلَّهَا إلَّا الْكَبَائِرَ

Dan pada hadits diatas ada dua penafsiran. Penafsiran pertama, (amalan tersebut) menghapus dosa kecil dengan syarat tidak melakukan dosa besar, kalau punya dosa besar, maka tidak menghapus apapun, baik dosa kecil ataupun dosa besar. Penafsiran kedua, dan ini pendapat yang shahih dan terpilih yaitu (amalan tersebut) menghapus semua dosa yang kecil, sehingga asumsinya semua dosa diampuni kecuali dosa besar” (Al Majmu’ Syarah Al Muhadzab 6/382)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :

وَتَكْفِيرُ الطَّهَارَةِ وَالصَّلَاةِ وَصِيَامِ رَمَضَانَ وَعَرَفَةَ وَعَاشُورَاءَ لِلصَّغَائِرِ فَقَطْ وَكَذَا الْحَجُّ

Dan penghapusan dosa karena sebab bersuci (wudhu dan Mandi), sebab shalat, sebab puasa ramadhan, sebab puasa arafah, dan sebab puasa ‘Asyura adalah terhadap dosa kecil saja, demikian juga dengan ibadah haji” (Al Fatawa Al Kubra, Ibnu Taimiyyah 8/48)

🔵 Rasulullah shalallahu alaihi wasallam sangat memperhatikan puasa pada hari ‘Asyura.

‘Ubaidullah bin Abi Yazid rahimahullah berkata, bahwasanya Aku mendengar Ibnu ‘Abbas radhiyallahu anhuma ditanya tentang puasa ‘Asyura, maka beliau menjawab :

مَا عَلِمْتُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَامَ يَوْمًا يَطْلُبُ فَضْلَهُ عَلَى الْأَيَّامِ إِلَّا هَذَا الْيَوْمَ وَلَا شَهْرًا إِلَّا هَذَا الشَّهْرَ يَعْنِي رَمَضَانَ

Aku tidak mengetahui bahwasanya Rasulullah shalallahu puasa pada suatau hari, beliau mencari keutamaan daripada hari hari tersebut kecuali hari ‘Asyura ini, dan kalau diantara bulan bulan adalah pada bulan ini yaitu ramadhan” (HR Muslim : 1132)

Dalam lafadz lain disebutkan :

مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَرَّى صِيَامَ يَوْمٍ فَضَّلَهُ عَلَى غَيْرِهِ إِلَّا هَذَا اليَوْمَ، يَوْمَ عَاشُورَاءَ، وَهَذَا الشَّهْرَ يَعْنِي شَهْرَ رَمَضَانَ

Aku tidak pernah melihat Nabi shalallahu alaihi wasallam begitu memperhatikan puasa pada suatu hari yang diutamakan dibandingkan hari lainnya selain hari ‘Asyura ini, dan bulan dibandingkan ini yakni bulan ramadhan (HR Bukhari : 2006)

🔵 Allah Ta’ala menyelamatkan Nabi Musa dan Bani Israil serta menenggelamkan Fir’aun dan kaumnya pada hari ‘Asyura.

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu anhuma ia berkata :

أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدِمَ الْمَدِينَةَ فَوَجَدَ الْيَهُودَ صِيَامًا، يَوْمَ عَاشُورَاءَ، فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا هَذَا الْيَوْمُ الَّذِي تَصُومُونَهُ؟ فَقَالُوا: هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ، أَنْجَى اللهُ فِيهِ مُوسَى وَقَوْمَهُ، وَغَرَّقَ فِرْعَوْنَ وَقَوْمَهُ، فَصَامَهُ مُوسَى شُكْرًا، فَنَحْنُ ن

َصُومُهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فَنَحْنُ أَحَقُّ وَأَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ فَصَامَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ

Bahwasanya Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam datang ke Madinah (hijrah), lalu beliau mendapati orang orang Yahudi berpuasa pada hari 'Asyura, Beliau bertanya kepada mereka, "Mengapa kalian berpuasa pada hari ini ?" , Mereka menjawab, " ini adalah hari yang agung, Allah menyelamatkan Nabi Musa dan kaumnya, dan menenggelamkan Fir'aun dan kaumnya, maka Musapun berpuasa sebagai bentuk syukur, maka kamipun berpuasa". Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda, "Kami yang lebih berhak kepada Musa daripada kalian". Maka Beliaupun berpuasa 'Asyura dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa" (HR Bukhari : 2004, Muslim : 1130)

🔵 Puasa ‘Asyura dahulunya adalah puasa yang diwajibkan kepada kaum muslimin sebelum diwajibkannya puasa bulan Ramadhan.

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu anhuma ia berkata :

صَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَاشُورَاءَ، وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانُ تُرِكَ

Nabi shalallahu alaihi wasallam berpuasa ‘Asyura dan memerintahkannya untuk berpuasa, ketika di wajibkan puasa bulan Ramadhan maka beliau pun meninggalkan puasa ‘Asyura” (HR Bukhari :1892)

Dalil lain yang menunjukan bahwa puasa ‘Asyura itu sebelumnya adalah wajib, hadits Ar Rubayyi’ bintu Mu’awwidz ia berkata :

أَرْسَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَدَاةَ عَاشُورَاءَ إِلَى قُرَى الْأَنْصَارِ، الَّتِي حَوْلَ الْمَدِينَةِ: «مَنْ كَانَ أَصْبَحَ صَائِمًا، فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ، وَمَنْ كَانَ أَصْبَحَ مُفْطِرًا، فَلْيُتِمَّ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ» فَكُنَّا، بَعْدَ ذَلِكَ نَصُومُهُ، وَنُصَوِّمُ صِبْيَانَنَا الصِّغَارَ مِنْهُمْ إِنْ شَاءَ اللهُ، وَنَذْهَبُ إِلَى الْمَسْجِدِ، فَنَجْعَلُ لَهُمُ اللُّعْبَةَ مِنَ الْعِهْنِ، فَإِذَا بَكَى أَحَدُهُمْ عَلَى الطَّعَامِ أَعْطَيْنَاهَا إِيَّاهُ عِنْدَ الْإِفْطَارِ

Rasulullah shalallahu alaihi wasallam mengutus utusan untuk mengumumkan ke perkampungan kaum Anshar, sekitar Madinah pada waktu pagi hari ‘Asyura, barang siapa yang sejak pagi berpuasa maka sempurnakanlah puasanya dan barang siapa yang tadi pagi tidak puasa maka puasalah disisa harinya, dan kami setelah itu selalu berpuasa, dan kamipun menganjurkan anak anak kecil kami diantara mereka yang mau untuk berpuasa, dan kami pergi ke Masjid, kami buatkan untuk mereka mainan, sehingga kalau seandainya mereka menangis karena lapar, maka kami memberikannya ketika berbuka” (HR Muslim)


AMALAN BULAN MUHARRAM

1. Memperbanyak ibadah puasa

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda ;

أَفْضَلُ الصَّلَاةِ، بَعْدَ الصَّلَاةِ الْمَكْتُوبَةِ، الصَّلَاةُ فِي جَوْفِ اللَّيْلِ، وَأَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ شَهْرِ رَمَضَانَ، صِيَامُ شَهْرِ اللهِ الْمُحَرَّمِ

“Shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adaah shaat maam, dan puasa yang paling utama setelah puasa ramadhan adalah (berpuasa) pada buan Allah (muharam)” (HR Muslim : 1163)

2. Memperbanyak amal shalih secara umum

Bulan muharam adalah bulan haram yang amalan shalaih dilipat gandakan oleh Allah, demikian juga dosa yang dilakukan , menjadi besar perkaranya di sisi Allah karena sebab kemuliaan bulan ini.

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata tentang firman Allah “Janganlah kalian berbuat dzalim pada bulan bulan haram tersebut” :

لَا تَظْلِمُوا أَنْفُسَكُمْ فِي كُلِّهِنَّ، ثُمَّ اخْتَصَّ مِنْ ذَلِكَ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ فَجَعَلَهُنَّ حَرَمًا، وَعَظَّمَ حُرُمَاتِهِنَّ، وَجَعَلَ الذَّنْبَ فِيهِنَّ أَعْظَمَ، وَالْعَمَلَ الصَّالِحَ بِالْأَجْرِ أَعْظَمَ

“Janganlah kalian berbuat dosa pada semua bulan (bukan hanya pada 4 bulan suci), kemudian yang demikian itu dikhususkan pada 4 bulan suci, dijadikan sebagai bulan yang terlarang, dan diagungkan kesuciannya, dosa yang dilakukan padanya lebih besar, serta amal shalih yang dilakukan padanya lebih besar pahalanya” (Tafsir Ibnu Katsir 4/130)

3. Berhati hati dari dosa sekecil apa pun. Karena dosa dilipatgandakan disebabkan kemuliaan bulan bulan haram.

➡ Imam Al Qurthubi -rahimahullah- berkata :

لَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ بِارْتِكَابِ الذُّنُوبِ، لِأَنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ إِذَا عَظَّمَ شَيْئًا مِنْ جِهَةٍ وَاحِدَةٍ صَارَتْ لَهُ حُرْمَةٌ وَاحِدَةٌ وَإِذَا عَظَّمَهُ مِنْ جِهَتَيْنِ أَوْ جِهَاتٍ صَارَتْ حُرْمَتُهُ مُتَعَدِّدَةً فَيُضَاعَفُ فِيهِ الْعِقَابُ بِالْعَمَلِ السَّيِّئِ كَمَا يُضَاعَفُ الثَّوَابُ بِالْعَمَلِ الصَّالِحِ.

Janganlah kalian berbuat dzalim dengan melakukan dosa di bulan haram tersebut, karena sesungguhnya Allah apabila mengagungkan sesuatu dari satu segi, maka ia agung dari satu segi tersebut, akantetapi kalau menagungkan dari dua segi atau lebih maka menjadilah keagungannya dari banyak segi, maka dilipat gandakan siksa karena amal buruk, sebagaimana dilipatgandakan pahala karena amal shalih dibulan haram (Tafsir Al Qurthubi 8/134)


MASALAH SEPUTAR PUASA ‘ASYURA

1. Puasa ‘Asyura adalah puasa yang dilakukan pada hari kesepuluh bulan muharram.

2. Puasa ‘Asyura adalah puasa yang diwajibkan sebelum puasa Ramadhan, yang biasa dilakukan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam pada masa jahiliyah.

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu anhuma ia berkata ;

صَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَاشُورَاءَ، وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانُ تُرِكَ

Nabi shalallahu alaihi wasallam berpuasa ‘Asyura dan beliau memerintahkan para sahabat untuk berpuasa, ketika dating perintah wajib puasa ramadhan, beliau meninggalkan puasa ‘Asyura” (HR Bukhari : 1892, Muslim : 1126)

‘Aisyah radhiyallahu anha ia berkata ;

كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ تَصُومُهُ قُرَيْشٌ فِي الْجَاهِلِيَّةِ وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُهُ فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَلَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ صَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانُ تَرَكَ صِيَامَ يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ

“Dahulu pada zaman jahiliyyah orang orang Quraisy biasa berpuasa ‘Asyura, Dan Rasululluh shalallahu alaihi wasallam pun biasa berpuasa ‘Asyura, lalu ketika Beliau hijrah ke Madinah beliaupun tetap berpuasa dan memerintahkan untuk berpuasa, ketika puasa Ramadhan diwajibkan, beliau meninggalkan puasa ‘Asyura, maka barang siapa yang mau puasa silahkan berpuasa, tapi bagi yang tidak mau maka silahkan tinggalkan” (HR Bukhari : 2002, Muslim : 1126)

3. Dianjurkan berpuasa pada hari Tasu’a (hari ke Sembilan bulan muharram).

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu anhuma ia berkata, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda :

لَئِنْ بَقِيتُ إِلَى قَابِلٍ لَأَصُومَنَّ التَّاسِعَ

Seandainya umurku sampai ditahun depan maka aku akan berpuasa di tanggal 9 muharram” (HR Muslim : 1134)

4. Hikmah puasa tasu’a adalah dalam rangka menyelisihi ahlul kitab yang juga mereka berpuasa pada hari ‘Asyura.

حِينَ صَامَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ» قَالَ: فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ، حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Ketika Rasulullah berpuasa ‘Asyura dan memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa, mereka berkata kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, “Wahai rasulullah, hari ‘Asyura itu adalah hari yang diagungkan pula oleh orang Yahudi dan Nasrani”, maka beliaupun menjawab, “Seandainya akau berumur panjang sampai tahun depan maka aku akan berpuasa dari tanggal sembilannya” Ibnu ‘Abbas berkata, akan tetapi Rasulullah tidak sampai usiannya di tahun depan sehingga beliau wafat” (HR Muslim : 1134, Abu Dawud : 2445)

5. CATATAN :

Pertama :

Derajat hadits tentang puasa sehari sebelum Asyura dan sehari  setelahnya.

Lafadz hadits tersebut :

صُومُوا يَوْمَ عَاشُورَاءَ، وَخَالِفُوا الْيَهُودَ، صُومُوا قَبْلَهُ يَوْمًا، أَوْ بَعْدَهُ يَوْمًا

Berpuasalah pada hari ‘Asyura, dan selisilah orang orang Yahudi, maka berpuasalah sehari sebelumnya (tgl 9) dan sehari setelahnya (tgl 11) (HR Ahmad : 2418, Ibnu Khuzaimah : 2095)

Ini adalah Hadits yang lemah yang tidak di jadikan hujjah untuk berpuasa pada tanggal 11 nya, adapaun hadits yang shahih adalah hadits ibnu ‘Abb

as yang menyatakan puasa dari tgl 9 dan 10 sebagai bentuk menyelisishi orang Yahudi dan Nasrani.

➡ Syaikh ‘Abdullah Al Fauzan -hafidzahullah- berkata :

وقد صح عن ابن عباس موقوفاً: صوموا التاسع والعاشر خالفوا اليهود ، وهذا هو المحفوظ عن ابن عباس، أما ما ورد عنه مرفوعاً بلفظ: صوموا قبله يوماً أو بعده يوماً) فهذا حديث ضعيف، …وعلى هذا فلم يثبت صوم الحادي عشر، ولا صيام ثلاثة أيام، إلا إن كان من باب فضل صيام ثلاثة أيام من كل شهر، لا سيما أنها في شهر حرام، ورد الحث على صيامه.

Telah shahih secara mauquf (perkataan sahabat) dari Ibnu ‘Abbas “Berpuasalah kalian pada hari ke Sembilan dan kesepuluh, selisihilah yahudi, maka inilah hadits yang terpelihara (shahih) dari ibnu Abbas, adapun hadits yang disandarkan kepada Nabi dengan lafadz : berpuasalah sehari sebelumnya dan sehari setelahnya adalah hadits yang lemah…atas dasar ini maka tidak ada puasa (‘Asyura) di hari kesebelasnya, tidak melakukan puasa tiga hari, kecuali kalau dalam rangka puasa sunah tiga hari dalam tiap bulan, lebih lebih lagi ini adalah bulan haram, diamana dianjurkan untuk berpuasa” (Minhatul ‘Alam syarah Bulughul Maram, syaikh Abdullah Al Fauzan 1/63).

Kedua :

Derajat hadits terkait amalan di hari Asyura'

Para ulama mengatakan :

جميع الأحاديث الواردة في الاغتسال يوم عاشوراء، والكحل، والخضاب، وغير  ذلك مما يفعله أهل السنة يوم عاشوراء ضد الشيعة: كله موضوع ما عدا الصيام.

Seluruh hadits hadits yg datang tentang mandi hari asyura, bercelak, memakai semir rambut atau mengenakan inai dan yg lainnya yg dilakukan ahlus sunnah pada hari asyura selain orang syiah, semuanya hadits palsu kecuali tentang puasa, termasuk  masalah yg ditanyakan yaitu memberi atau menambah belanja istri dan  keluarga pada hari Asyura , juga tdak benar alias palsu, dimana ada riwayat yg berbunyi  :

من وسَّع على أهلِه يومَ عاشوراءَ وسَّع اللهُ على أهلِه طُولَ سنتِه

Barang siapa yg melapangkan belanja keluarganya di hari Asyura maka akan lapangkan keluarganya sepanjang tahunnya (HR Al Baihaqi, Sya'ubul Iman no 3791), Sanadnya Dho'if (lemah)

Imam Ibnu Jauzi -rahimahullah- (w 597 H) berkata tentang hadits melapangkan keluarga dengan tambahan redaksi dalam kitab Al Maudhu'at (kumpulan hadits hadits palsu)

لا يشك عاقل في وضعه

Akal pun tidak meragukan akan  kepalsuan  hadits tersebut (Al Maudhu'at 2/856)

Sementara Syaikhul Islam -rahimahullah- (w 728 H) mengatakan tentang hadits diatas :

كذب على النبي صلى الله عليه وسلم

Dusta atas nama Nabi -shalallahu alaihi wasallam- (Minhajus Sunnah 8/149), 

Demikian yang bisa disampaikan semoga bermanfaat, Wallahu waliyyut Taufiq.

 Oleh : Ustad Abu Ghozie As Sundawie

0 Response to "KEAGUNGAN BULAN MUHARAM"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel