DIANTARA KEAJAIBAN SEDEKAH


Rasulullah shalallahu alaihi wasallam berkisah, sebagaimana yang diriwayatkan dari Abu Hurairah-radhiyallahu ‘anhu- :

بَيْنَا رَجُلٌ بِفَلَاةٍ مِنَ الْأَرْضِ، فَسَمِعَ صَوْتًا فِي سَحَابَةٍ: اسْقِ حَدِيقَةَ فُلَانٍ، فَتَنَحَّى ذَلِكَ السَّحَابُ، فَأَفْرَغَ مَاءَهُ فِي حَرَّةٍ، فَإِذَا شَرْجَةٌ مِنْ تِلْكَ الشِّرَاجِ قَدِ اسْتَوْعَبَتْ ذَلِكَ الْمَاءَ كُلَّهُ، فَتَتَبَّعَ الْمَاءَ، فَإِذَا رَجُلٌ قَائِمٌ فِي حَدِيقَتِهِ يُحَوِّلُ الْمَاءَ بِمِسْحَاتِهِ، فَقَالَ لَهُ: يَا عَبْدَ اللهِ مَا اسْمُكَ؟ قَالَ: فُلَانٌ - لِلِاسْمِ الَّذِي سَمِعَ فِي السَّحَابَةِ - فَقَالَ لَهُ: يَا عَبْدَ اللهِ لِمَ تَسْأَلُنِي عَنِ اسْمِي؟ فَقَالَ: إِنِّي سَمِعْتُ صَوْتًا فِي السَّحَابِ الَّذِي هَذَا مَاؤُهُ يَقُولُ: اسْقِ حَدِيقَةَ فُلَانٍ، لِاسْمِكَ، فَمَا تَصْنَعُ فِيهَا؟ قَالَ: أَمَّا إِذْ قُلْتَ هَذَا، فَإِنِّي أَنْظُرُ إِلَى مَا يَخْرُجُ مِنْهَا، فَأَتَصَدَّقُ بِثُلُثِهِ، وَآكُلُ أَنَا وَعِيَالِي ثُلُثًا، وَأَرُدُّ فِيهَا ثُلُثَهُ

”Ketika seorang berada di sebuah padang sahara di bumi, ia mendengar suara di awan yang mengatakan,” Airilah kebunnya Fulan!”. Awanpun bergerak dan menumpahkan airnya di sebuah tempat yang membuat semua irigasi penuh karena menampung semua air yang turun. Ia mengikuti arah air mengalir dan mendapatkan seorang laki-laki yang berdiri di sebuah kebun yang mengalirkan air dengan cangkulnya. Ia berkata kepadanya,”Wahai Abdullah!, siapa namamu?”. Ia menjawab,”Fulan”. Ia menyebutkan nama sesuai dengan yang dia dengarkan dari arah awan sebelumnya. Ia berkata kepadanya,” Wahai Abdullah ! kenapa saya tanya namamu?, Karena saya mendengar suara di awan yang air ini merupakan airnya berkata,” Siramilah kebun Fulan dengan menyebut namamu, apa yang anda lakukan di kebunmu?”. Ia menjawab,” Karena anda telah mengatakan ini, maka saya melihat apa yang terhasil akan darinya. Saya bersedekah dengan sepertiganya, saya menafkahi keluarga darinya sepertiganya dan sepertiga sisanya saya gunakan untuk modal biaya kebun”. (HR.Muslim no. 2984).

PELAJARAN DARI HADITS :

[1] Keutamaan shadaqah kepada orang-orang yang berhajat.

Orang yang suka meringankan beban sudaranya maka Allah Ta’ala senantiasa akan menolongnya dan memenuhi hajat kebutuhannya.

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

اَلْـمُسْلِمُ أَخُوْ الْـمُسْلِمِ ، لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ ، وَمَنْ كَانَ فِـيْ حَاجَةِ أَخِيْهِ ، كَانَ اللهُ فِيْ حَاجَتِهِ ، وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ ، فَرَّجَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًـا ، سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.

Seorang Muslim adalah saudara orang Muslim lainnya. Ia tidak boleh menzhaliminya dan tidak boleh membiarkannya diganggu orang lain (bahkan ia wajib menolong dan membelanya). Barangsiapa membantu kebutuhan saudaranya, maka Allah Ta'ala senantiasa akan menolongnya. Barangsiapa melapangkan kesulitan orang Muslim, maka Allâh akan melapangkan baginya dari salah satu kesempitan di hari Kiamat dan barangsiapa menutupi (aib) orang Muslim, maka Allâh menutupi (aib)nya pada hari Kiamat (HR Bukhari, Muslim dan yang lainnya)

[2] Berbuat baik kepada orang-orang miskin.

Diantara do’a yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala untuk senantiasa dibaca oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, dan tentunya hal ini juga sangat dianjurkan dibaca oleh kita sebagai umatnya :

اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ وَتَرْكَ الْمُنْكَرَاتِ وَحُبَّ الْمَسَاكِينِ وَأَنْ تَغْفِرَ لِى وَتَرْحَمَنِى وَإِذَا أَرَدْتَ فِتْنَةَ قَوْمٍ فَتَوَفَّنِى غَيْرَ مَفْتُونٍ أَسْأَلُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ وَحُبَّ عَمَلٍ يُقَرِّبُ إِلَى حُبِّكَ

“ Allahumma inni as-aluka fi’lal khoiroot wa tarkal munkaroot wa hubbal masaakiin, wa an taghfirolii wa tarhamanii, wa idza arodta fitnata qowmin fatawaffanii ghoiro maftuunin. As-aluka hubbak wa hubba maa yuhibbuk wa hubba ‘amalan yuqorribu ilaa hubbik

Artinya :

(Ya Allah, aku memohon kepada-Mu untuk mudah melakukan kebaikan dan meninggalkan kemungkaran serta aku memohon pada-Mu supaya bisa mencintai orang miskin, ampunilah (dosa-dosa)ku, rahmatilah saya, jika Engkau menginginkan untuk menguji suatu kaum maka wafatkanlah saya dalam keadaan tidak terfitnah. Saya memohon agar dapat mencintai-Mu, mencintai orang-orang yang mencintai-Mu dan mencintai amal yang dapat mendekatkan diriku kepada cinta-Mu)”. (HR. Tirmidzi dan Ahmad).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berwasiat pada Abu Dzar Al Ghifari radhiyallahu ‘anhu agar mencintai orang miskin , Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu menuturkan :

أَوْصَانِيْ خَلِيْلِي بِسَبْعٍ : بِحُبِّ الْمَسَاكِيْنِ وَأَنْ أَدْنُوَ مِنْهُمْ، وَأَنْ أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلُ مِنِّي وَلاَ أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ فَوقِيْ، وَأَنْ أَصِلَ رَحِمِيْ وَإِنْ جَفَانِيْ، وَأَنْ أُكْثِرَ مِنْ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ، وَأَنْ أَتَكَلَّمَ بِمُرِّ الْحَقِّ، وَلاَ تَأْخُذْنِيْ فِي اللهِ لَوْمَةُ لاَئِمٍ، وَأَنْ لاَ أَسْأَلَ النَّاسَ شَيْئًا.

“Kekasihku (Rasulullah) shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat kepadaku dengan tujuh hal: (1) supaya aku mencintai orang-orang miskin dan dekat dengan mereka, (2) beliau memerintahkan aku agar aku melihat kepada orang yang berada di bawahku dan tidak melihat kepada orang yang berada di atasku, (3) beliau memerintahkan agar aku menyambung silaturahmiku meskipun mereka berlaku kasar kepadaku, (4) aku dianjurkan agar memperbanyak ucapan laa hawla wa laa quwwata illa billah (tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah), (5) aku diperintah untuk mengatakan kebenaran meskipun pahit, (6) beliau berwasiat agar aku tidak takut celaan orang yang mencela dalam berdakwah kepada Allah, dan (7) beliau menasehatiku agar tidak meminta-minta sesuatu pun kepada manusia” (HR. Ahmad).

[3] Keutamaan seorang memakan hasil dari usahanya sendiri.

Usaha yang halal dalam mencari rizki tidak bertentangan dengan sifat zuhud, selama usaha tersebut tidak melalaikan manusia dari mengingat Allâh Ta'ala.

Allâh Ta’ala berfirman :

رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ۙ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ

Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat.Mereka takut pada hari (pembalasan) yang (pada saat itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. (QS An Nuur : 37)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata :

لَا تَشْغَلُهُمُ الدُّنْيَا وَزُخْرُفُهَا وَزِينَتُهَا ومَلاذ بَيعها وَرِيحُهَا، عَنْ ذِكْرِ رَبِّهِمُ الَّذِي هُوَ خَالِقُهُمْ وَرَازِقُهُمْ، وَالَّذِينَ يَعْلَمُونَ أَنَّ الَّذِي عِنْدَهُ هُوَ خَيْرٌ لَهُمْ وَأَنْفَعُ مِمَّا بِأَيْدِيهِمْ؛ لِأَنَّ مَا عِنْدَهُمْ يَنْفَدُ وَمَا عِنْدَ اللَّهِ بَاقٍ

“Mereka adalah orang-orang yang tidak disibukkan (tidak dilalaikan) oleh harta benda dan perhiasan dunia, serta kesenangan berjual-beli (berbisnis) dan meraih keuntungan (besar) dari mengingat (beribadah) kepada Rabb mereka (Allâh Subhanahu wa Ta’ala) Yang Maha Menciptakan dan Melimpahkan rizki kepada mereka. Mereka adalah orang-orang yang mengetahui (meyakini) bahwa (balasan kebaikan) di sisi Allâh Subhanahu wa Ta’ala adalah lebih baik dan lebih utama daripada harta benda yang ada di tangan mereka, karena apa yang ada di tangan mereka akan habis (musnah) sedangkan balasan di sisi Allâh kekal abadi”. (Tafsir Ibnu Katsir, 3/390).

Dari Al Miqdam radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَإِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ

“Tidaklah seorang (hamba) memakan makanan yang lebih baik dari hasil usaha tangannya (sendiri), dan sungguh Nabi Dawud ‘alaihissalam makan dari hasil usaha tangannya (sendiri)” (HR Bukhari)

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :

لأَنْ يَأخُذَ أحَدُكُمْ أحبُلَهُ ثُمَّ يَأتِيَ الجَبَلَ ، فَيَأْتِيَ بحُزمَةٍ مِنْ حَطَب عَلَى ظَهْرِهِ فَيَبِيعَهَا ، فَيكُفّ اللهُ بِهَا وَجْهَهُ ، خَيْرٌ لَهُ مِنْ أنْ يَسْألَ النَّاسَ ، أعْطَوْهُ أَوْ مَنَعُوهُ

“Sungguh jika salah seorang dari kalian mengambil tali, lalu pergi ke gunung (untuk mencari kayu bakar), kemudian dia pulang dengan memikul seikat kayu bakar di punggungnya lalu dijual, sehingga dengan itu Allâh menjaga wajahnya (kehormatannya), maka ini lebih baik dari pada dia meminta-minta kepada manusia, diberi atau ditolak.” (HR Bukhari)

[4] Keutamaan infak kepada keluarga dan kerabat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

دِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى رَقَبَةٍ وَدِينَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِى أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ

“Ada dinar yang kamu infakkan di jalan Allah, dinar yang kamu infakkan untuk memerdekakan budak dan dinar yang kamu sedekahkan kepada orang miskin. Namun dinar yang kamu keluarkan untuk keluargamu (anak-isteri) lebih besar pahalanya.” (HR. Muslim)

Disebutkan bahwa Abu Thalhah radhiyallahu ‘anhu memiliki kebun kurma yang sangat indah dan sangat dia cintai, namanya Bairuha’. Ketika turun ayat:

{لَنْ تَنَالُوا البِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ}

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.” (QS. Ali Imran: 92)

Maka Abu Thalhah mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengatakan bahwa Bairuha’ diserahkan kepada Beliau, untuk dimanfaatkan sesuai kehendak Beliau. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyarankan agar ia membagikan bairuha’ kepada kerabatnya. Maka Abu Thalhah melakukan apa yang disarankan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan membagikannya untuk kerabat dan keponakannya (HR. Bukhari dan Muslim)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

اَلصَّدَقَةُ عَلَى الْمِسْكِيْنِ صَدَقَةٌ وَ هِيَ عَلَى ذِي الرَّحِمِ اثْنَتَانِ : صَدَقَةٌ وَ صِلَةٌ

“Bersedekah kepada orang miskin adalah satu sedekah, dan kepada kerabat ada dua (kebaikan); sedekah dan silaturrahim.” (HR. Ahmad, Tirmidzi dan yang lainnya)

[5] Penetapan adanya karamah wali Allah dengan ditundukkan alam bagi mereka.

Yang dimaksud dengan karamah adalah apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala karuniakan melalui tangan para wali-Nya yang mukmin berupa keluarbiasaan, seperti ilmu, kekuasaan dan lainnya.

Dan yang dimaksud wali Allah adalah kekasih Allah dari kalangan hamba Nya yang beriman serta bertakwa.

Allah Ta’ala berfirman :

{أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ الَّذِينَ آَمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ}

“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang beriman dan selalu bertaqwa.. (QS. Yunus : 62 – 64).

Ibnu Katsir rahimahullah berkata :

يُخْبِرُ تَعَالَى أَنَّ أَوْلِيَاءَهُ هُمُ الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ، كَمَا فَسَرَّهُمْ رَبُّهُمْ، فَكُلُّ مَنْ كَانَ تَقِيًّا كَانَ لِلَّهِ وَلِيًّا

“Allah Ta’ala mengabarkan bahwa para wali Allah adalah orang-orang yang beriman dan bertaqwa. Sebagaimana Rabb mereka telah menafsirkanya, maka siapa saja yang bertaqwa dia adalah wali Allah.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/384)

[6] Keutamaan bertani dan berkebun, ia merupakan pekerjaan yang paling baik.

Diantara dalil yang menunjukan keutamaan bertani atau bercocok tanam adalah Sabda Nabi shalallahu alaihi wasallam :

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا إِلَّا كَانَ مَا أُكِلَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةً وَمَا سُرِقَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةٌ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ مِنْهُ فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ وَمَا أَكَلَتْ الطَّيْرُ فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ وَلَا يَرْزَؤُهُ أَحَدٌ إِلَّا كَانَ لَهُ صَدَقَةٌ

‘Tak ada seorang muslim yang menanam pohon, kecuali sesuatu yang dimakan dari tanaman itu akan menjadi sedekah baginya, dan yang dicuri akan menjadi sedekah. Apa saja yang dimakan oleh binatang buas darinya, maka sesuatu (yang dimakan) itu akan menjadi sedekah baginya. Apapun yang dimakan oleh burung darinya, maka hal itu akan menjadi sedekah baginya. Tak ada seorangpun yang mengurangi, kecuali itu akan menjadi sedekah baginya’.” (HR. Muslim)

[7] Awan diperintah oleh Allah sesuai kehendak-Nya dan ada malaikat yang ditugaskan untuk mengurusnya.

Ibnu 'Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, "Bahwasanya orang-orang Yahudi mendatangi Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam . Mereka berkata, "Wahai Abul Qosim (maksudnya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam), kabarkan kepada kami apa itu ar-ro'du (petir)? maka beliau pun menjawab,

مَلَكٌ مِنَ المَلَائِكَةِ مُوَكَّلٌ بِالسَّحَابِ مَعَهُ مَخَارِيقُ مِنْ نَارٍ يَسُوقُ بِهَا السَّحَابَ حَيْثُ شَاءَ اللَّهُ» فَقَالُوا: فَمَا هَذَا الصَّوْتُ الَّذِي نَسْمَعُ؟ قَالَ: «زَجْرَةٌ بِالسَّحَابِ إِذَا زَجَرَهُ حَتَّى يَنْتَهِيَ إِلَى حَيْثُ أُمِرَ قَالُوا: صَدَقْتَ

“Petir adalah malaikat dari malaikat-malaikat Allah yang ditugasi (mengurus) awan. Bersamanya pengoyak (cambuk) dari api untuk menggiring awan ke tempat yang Allah kehendaki." Orang Yahudi itu bertanya lagi, "Lalu suara apa yang kita dengar (dari petir) ini?" Beliau menjawab, "Bentakkan malaikat ketika menggiring awan, jika ia membentakknya, sampai berhenti ke tempat yang diperintahkan kepadanya Mereka berkata , “engkau benar." (HR. Tirmidzi)

Imam Al Baghawi rahimahullah berkata :

{وَيُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمْدِهِ} أَكْثَرُ الْمُفَسِّرِينَ عَلَى أَنَّ الرَّعْدَ اسْمُ مَلَكٍ يَسُوقُ السَّحَابَ، وَالصَّوْتُ الْمَسْمُوعُ مِنْهُ تَسْبِيحُهُ

Allah Ta’ala berfriman, “Dan Petir itu bertasbih kepada Nya seraya memuji Nya”, kebanyakan para ulama ahli Tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud Ar Ro’du (petir) adalah nama Malaikat yang menggiring awan dan suara yang terdengar adalah suara tasbihnya” (Tafsir Al baghowi 4/303)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan :

وَأَمَّا مِيكَائِيلُ فَمُوَكَّلٌ بِالْقَطْرِ وَالنَّبَاتِ وَهُوَ ذُو مَكَانَةٍ مِنْ رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَمِنْ أَشْرَافِ الْمَلَائِكَةِ الْمُقَرَّبِينَ ...وَمِيكَائِيلُ مُوَكَّلٌ بِالْقَطْرِ وَالنَّبَاتِ اللَّذَيْنِ يُخْلَقُ مِنْهُمَا الْأَرْزَاقُ فِي هَذِهِ الدَّارِ وَلَهُ أَعْوَانٌ يَفْعَلُونَ مَا يَأْمُرُهُمْ بِهِ بِأَمْرِ رَبِّهِ. يُصَرِّفُونَ الرِّيَاحَ وَالسَّحَابَ كَمَا يَشَاءُ الرَّبُّ جَلَّ جَلَالُهُ. وَقَدْ رُوِّينَا أَنَّهُ مَا مِنْ قَطْرَةٍ تَنْزِلُ مِنَ السَّمَاءِ إِلَّا وَمَعَهَا ملك يقررها فِي مَوْضِعِهَا مِنَ الْأَرْضِ

“Adapun Mikail ia ditugaskan mengurusi hujan dan tumbuh tumbuhan, ia memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Rabbnya ‘Azza wajalla, ia merupakan Malaikat yang paling mulia diantara para malaikat yang didekatkan (kepada Allah)….Mikail ditugaskan untuk mengurus hujan dan tumbuh-tumbuhan yang darinya berbagai rizki diciptakan di alam ini. Mikail memiliki beberapa pembantu. Mereka melaksanakan apa yang diperintahkan kepada mereka melalui Mikail berdasarkan perintah dari Allah. Mereka mengatur angin dan awan, sebagaimana yang dikehendaki oleh Rabb yang Maha Mulia. Sebagaimana pula telah kami riwayatkan bahwa tidak ada satu tetes pun air yang turun dari langit melainkan Mikail bersama malaikat lainnya menurunkannya di tempat tertentu di muka bumi ini.” (Al Bidayah wan Nihayah, Ibnu Katsir 1/46).

[8] Allah mencintai hamba-Nya yang seimbang dalam urusannya dan kegiatannya yang memberikan setiap yang berhak haknya.

Inilah hakekat keadilan, dan yang dimaksud dengan al-‘adl ialah jika seseorang menunaikan apa yang seharusnya ia tunaikan sebagaimana ia menuntut apa yang menjadi haknya.

Allah Ta’ala berfirman:

وَأَقْسِطُواْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ

Dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (QS Al Hujurat : 9)

Demikian pula Allah Ta’ala berfirman:

وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوْا بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُمْ بِهِ وَلَئِنْ صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِلصَّابِرِينَ

Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. (QS An Nahl : 126)

[9] Seorang mukmin bisa saja mendengar suara malaikat.

Hal ini sebagai bentuk karomah namun yang perlu di beri catatan disini adalah bahwa tidak setiap yang mengandung keluarbiasaan disebut karomah. Jika sebuah keluarbiasaan datang dari orang yang menyimpang, apalagi pelaku kesyirikan dan kebid’ahan, atau dari pelaku maksiat apalagi datang melalui tangan orang orang kafir maka hal itu disebut Gharamah (tipu daya syaithan).

Maka perbedaan Karomah dengan Ghoromah adalah :

Pertama :

Karomah diberikan kepada orang orang yang bertakwa sementara Ghoromah sebaliknya, datang dan diberikan kepada orang orang sesat menyimpang seperti para dukun dan tukang sihir atau para kiyai yang merangkap dukun.

Kedua :

Karomah datangnya berupa anugrah dari Allah Ta’ala atas orang yang beriman sebagai bentuk pemuliaan, adapun Ghoromah datang dari Syaithan sebagai ujian bagi para hamba untuk membedakan orang yang mengikuti kebenaran dan kebatilan.

Ketiga :

Karomah tidak bisa dipertontonkan karena ia datang saat dibutuhkan saja sebagai bentuk pertolongan dari Allah Ta’ala bagi para hamba Nya yang beriman dan bertakwa, sementara Ghoromah karena datang dari syaithan maka bisa di pertontonkan dan di pamerkan kapan pun sewaktu waktu dibutuhkan, karena tinggal membaca mantranya maka seketika itu para wali setan akan datang menolongnya. Seperti orang yang suka mempertontonkan ilmu kebal, memperlihatkan keajaiban bisa berjalan di atas kobaran api dan lain lain, maka hal itu semua adalah tipu daya syaithan yang sesat lagi menyesatkan, Na'udzu billah. Demikian semoga bermanfa’at.

Oleh : Ustadz Abu Ghozie As Sundawie

0 Response to "DIANTARA KEAJAIBAN SEDEKAH"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel