KEUTAMAAN MENDAWAMKAN AMALAN



Oleh : Abu Ghozie As Sundawie

Mengamalkan amalan secara kontinyu memiliki keutamaan yang agung  diantaranya,

[1] Amalan amalan yang wajib tidaklah diperintahkan dan disyariatkan kecuali untuk didawamkan. 
Sebagaimana diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda Sesungguhnya Allah ﷻ berfirman :

مَنْ عَادَى لِـيْ وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْـحَرْبِ  وَمَا تَقَرَّبَ عَبْدِيْ بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَـيَّ مِمَّـا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِيْ يَتَقَرَّبُ إِلَـيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِيْ يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِيْ يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِيْ يَبْطِشُ بِهَا ، وَرِجْلَهُ الَّتِيْ يَمْشِيْ بِهَا ، وَإِنْ سَأَلَنِيْ لَأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِـيْ لَأُعِيْذَنَّهُ  وَمَا تَرَدَّدْتُ عَنْ شَيْءٍ أَنَا فَاعِلُهُ تَرَدُّدِيْ عَنْ نَفْسِ الْمُؤْمِنِ يَكْرَهُ الْمَوْتَ وَأَنَا أَكْرَهُ مَسَاءَتَهُ

“Barangsiapa memusuhi wali-Ku, sungguh Aku mengumumkan perang kepadanya. Tidaklah hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada hal-hal yang Aku wajibkan kepadanya. Hamba-Ku tidak henti-hentinya mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan menjadi kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia meminta kepada-Ku, Aku pasti memberinya. Dan jika ia meminta perlindungan kepadaku, Aku pasti melindunginya. Aku tidak pernah ragu-ragu terhadap sesuatu yang Aku kerjakan seperti keragu-raguan-Ku tentang pencabutan nyawa orang mukmin. Ia benci kematian dan Aku tidak suka menyusahkannya”. (HR Bukhari)

[2] Mendawamkan amalan merupakan petunjuk Nabi ﷺ yang mulia, 

hal ini sebagaimana diriwayatkan dari ’Alqomah bahwa ia pernah bertanya pada Ummul Mukminin ’Aisyah, ”Wahai Ummul Mukminin, bagaimanakah Rasulullah ﷺ beramal? Apakah beliau mengkhususkan hari-hari tertentu untuk beramal?” ’Aisyah menjawab,

لاَ. كَانَ عَمَلُهُ دِيمَةً وَأَيُّكُمْ يَسْتَطِيعُ مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَطِيعُ

”Tidak. Amalan beliau adalah amalan yang kontinu (rutin dilakukan). Siapa saja di antara kalian pasti mampu melakukan yang beliau shallallahu ’alaihi wa sallam lakukan.” (HR Muslim : 783) 

[3] Amalan yang dilakukan dengan dawam lebih dicintai Allah dan Rasul Nya walaupun amalan tersebut sedikit.

Dari ’Aisyah diriwayatkan, Nabi ﷺ bersabda,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ عَلَيْكُمْ مِنَ الأَعْمَالِ مَا تُطِيقُونَ فَإِنَّ اللَّهَ لاَ يَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوا وَإِنَّ أَحَبَّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ مَا دُووِمَ عَلَيْهِ وَإِنْ قَلَّ

”Wahai sekalian manusia, lakukanlah amalan sesuai dengan kemampuan kalian. Karena Allah tidaklah bosan sampai kalian merasa bosan. (Ketahuilah bahwa) amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang kontinu (ajeg) walaupun sedikit.”  (HR Muslim : 782)

[4] Jika amalan yang sudah biasa dilakukan dengan dawam lalu terluput  karena sebuah udzur maka disyari’atkan untuk mengqadhanya.  

Aisyah radhiyallahu anha ia berkata, 


كَانَ رَسُولُ اللّهِ ﷺ إِذَا عَمِلَ عَمَلاً أَثْبَتَهُ. وَكَانَ إِذَا نَامَ مِنَ اللّيْلِ أَو مَرِضَ، صَلّىَ مِنَ النّهَارِ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً
.
“Adalah Rasulullah ﷺ  apabila melakukan sebuah amalan maka beliau menetapinya (kontinyu), apabila beliau tertidur dari melakukan  shalat malam atau sakit maka beliau menggantinya disiang hari shalat 12 roka’at” (HR Muslim)

[5] Amalan yang dilakukan dengan dawam pahalanya tidak akan putus dengan sebab udzur seperti sakit atau safar. 

Amalan yang kontinyu akan terus mendapat pahala walaupun tidak dikerjakan karena sebab udzur. Berbeda dengan amalan yang dilakukan sesekali saja meskipun jumlahnya banyak, maka ganjarannya akan terhenti pada waktu dia beramal saja. 

Hal ini berdasarkan sabda Nabi ﷺ :

إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ ، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا

“Jika seseorang sakit atau melakukan safar, maka dia akan dicatat melakukan amalan sebagaimana amalan rutin yang dia lakukan ketika mukim (tidak bepergian) dan dalam keadaan sehat.” (HR Bukhari)

[6] Akan mendapatkan pertolongan Allah saat kesulitan,

Hal ini disebabkan karena orang yang beramal dengan kontinyu berarti ia telah beramal dalam semua keadaanya baik suka ataupun duka, sehingga Allah pun akan membalasnya dengan memberikan pertolongan dalam semua keadaannya.
Allah ﷻ berfirman tentang Nabi Yunus ‘alaihi salam :


وَذَا النُّونِ إِذ ذَّهَبَ مُغَاضِباً فَظَنَّ أَن لَّن نَّقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَن لَّا إِلَهَ إِلَّا أَنتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنتُ مِنَ الظَّالِمِينَ فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ وَكَذَلِكَ نُنجِي الْمُؤْمِنِينَ

Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap : "Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim. Maka Kami telah memperkenankan do'anya dan menyelamatkannya dari pada kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman." (QS al Anbiya : 87-88)

Rasulullah ﷺ  bersabda tentang keistimewaan doa Nabi Yunus alaihis salam diatas :

دَعْوَةُ ذِى النُّونِ إِذْ دَعَا وَهُوَ فِى بَطْنِ الْحُوتِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّى كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ. فَإِنَّهُ لَمْ يَدْعُ بِهَا رَجُلٌ مُسْلِمٌ فِى شَىْءٍ قَطُّ إِلاَّ اسْتَجَابَ اللَّهُ لَهُ

“Doa Dzun Nuun (Nabi Yunus) ketika ia berdoa dalam perut ikan paus adalah: LAA ILAAHA ILLAA ANTA SUBHAANAKA INNII KUNTU MINAZH ZHAALIMIIN (Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk diantara orang-orang yang berbuat aniaya). Sesungguhnya tidaklah seorang muslim berdoa dengannya dalam suatu masalah melainkan Allah kabulkan baginya.” (HR. Tirmidzi : 3505).

Diantara sebab Nabi Yunus alaihis salam di keluarkan dari kesulitan dalam perut ikan, didasar lautan adalah karena terbiasanya serta dawamnya berdzikir dan bertasbih kepada Allah, hal ini sebagaimana Firman Allah ﷻ :

فَلَوْلَا أَنَّهُ كَانَ مِنْ الْمُسَبِّحِينَ لَلَبِثَ فِي بَطْنِهِ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ

“Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah,niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit”. (QS as Shafat : 143-144)
Oleh karena itupula Rasulullah ﷺ bersabda,

تَعَرَّفْ إِلَي اللهِ فِى الرَّخَاءِ يَعْرِفْكَ فِى الشِّدَّةِ

“Kenalilah Allah ﷻ di waktu lapang, niscaya Allah ﷻ akan mengenalimu ketika susah.” (HR. Hakim. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih)

[7] Meraih akhir kehidupan yang baik (husnul khatimah)
Seseorang yang rutin dalam beramal walaupun sedikit maka dipastikan akan meraih husnul khatimah, berbeda dengan orang yang beramal jarang jarang atau tidak rutin, maka terkadang kematian akan mendatanginya sementara ia berada pada saat dan posisi tidak beramal. 

Seorang Ulama senior saat ini dari kota Madinah Syaikh Abdul Muhsin al ‘Abbad hafidzahullah berkata :

وَالْمُدَاوَمَةُ عَلَى الشَّيْءِ وَلَوْ كَانَ قَلِيْلاً يَكُوْنُ الْإِنْسَانُ عَلَى صِلَّةٍ بِاللَّهِ دَائِماً؛ لِأَنَّ الْمَوْتَ إِذَا جَاءَهُ يَأْتِيْهِ وَهُوَ مُلَازِمٌ لِلْعِبَادَةِ وَلَوْ كَانَتْ قَلِيْلَةً أَمَّا إِذَا نَشَطَ فِيْ بَعْضِ الْأَحْيَانِ وَأَكْثَر ثُمَّ أَهْمَلَ فِيْ بَعْضِ الْأَوْقَاتِ فَقَدْ يَأْتِيْهِ الْمَوْتُ وَهُوَ فِيْ وَقْتِ الْإِهْمَالِ وَلِهَذَا قِيْلَ لِبِشْرٍ الْحَافِيْ : إِنَّ أَقْوَاماً يَجْتَهِدُوْنَ فِيْ رَمَضَانَ فَإِذَا خَرَجَ تَرَكُوْا قَالَ: بِئْسَ الْقَوْمِ لَا يَعْرِفُوْنَ اللَّهَ إِلاَّ فِيْ رَمَضَانَ

“Mendawamkan (kontinyu) atas sesuatu walaupun sedikit maka sesorang akan senantiasa berada dalam keterkaitan bersama Allah, ketika kematian itu datang ia berada dalam kondisi beramal ibadah walaupun sedikit. Adapun orang yang semangat ibadah hanya pada waktu tertentu walaupun banyak dan lalai pada waktu lainnya maka bisa saja kematian datang pada psosisi sedang lalai, oleh karena itu dikatakan kepada Bisyir al Haafi, bahwasanya orang orang yang semangat ibadah pada bulan Ramadhan namun ketika lewat Ramadahn mereka meninggalkan amalan, maka beliau pun mengatakan, ‘Alangkah buruknya mereka yang tidak mengenal Allah kecuali hanya dibulan Ramdhan”  (Syarah Sunan Abi Dawud). 

Demikianlah semoga bermanfaat dan diberikan keistiqamah.

0 Response to "KEUTAMAAN MENDAWAMKAN AMALAN"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel