Kiat Mendawamkan Amalan Ibadah



Oleh : Abu Ghozie As Sundawi

Sebagaimana kita ketahui bahwa hukum asalnya amalan itu dilakukan untuk di dawamkan, kita tidak menjadi hamba Allah ﷻ hanya di bulan Ramadhan saja.

Kita diperintah untuk tetap beramal dan beribadah sampai ajal menjeput, hal ini sebagaimana dalam firman Allah ﷻ :

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

"Dan beribadahlah kepada Rabb mu  sampai datang kepadamu kematian” (QS Al Hijr : 99)

Ibnu Rajab rahimahullah berkata :

عَمَلُ الْمُؤْمِنِ لَا يَنْقَضِيْ حَتَّى يَأْتِيَهُ أَجَلَهُ

Amalan seorang mukmin tidak terhenti sehingga datang ajalnya” (Lathoiful Ma’arif, hal. 350)

Al Hasan Bashri rohimahullah berkata :

إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَجْعَلْ لِعَمَلِ الْمُؤْمِنِ أَجَلاً دُوْنَ الْمَوْتِ ثُمَّ قَرَأَ: {وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ}

“Sesungguhnya Allah ﷻ tidak menjadikan batasan amalan seorang mu’min selain kematian, lalu beliau membaca Firman Allah ﷻ : Dan beribadahlah kepada Rabb mu  sampai datang kepadamu kematian” (QS Al Hijr : 99)” (Lathoiful Ma’arif, hal. 350).

Lalu kiat apakah agar kita bisa dawam dalam beramal, bisa istiqamah dalam ketaatan, serta kontinyu dalam beribadah?

Maka diantara amalan yang bisa dilakukan :

[1] BERDO'A.

Hendaknya memperbanyak doa kepada Allah ﷻ  agar di berikan keistiqamahan, karena Nabi shalallahu alaihi wasallam  sendiri manusia yang sudah dijamin oleh Allah ﷻ selalu memperbanyak dalam doanya minta keteguhan dalam agama, keistiqamahan dalam ibadah.

Dari ‘Abdullah bin ‘Amru bin Al ‘Ash berkata bahwasanya ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda,


إِنَّ قُلُوبَ بَنِي آدَمَ كُلَّهَا بَيْنَ إِصْبَعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ الرَّحْمَنِ كَقَلْبٍ وَاحِدٍ يُصَرِّفُهُ حَيْثُ يَشَاءُ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ

“Sesungguhnya hati semua manusia itu berada di antara dua jari dari sekian jari Allah Yang Maha Pemurah. Allah ﷻ akan memalingkan hati manusia menurut kehendak-Nya.” Setelah itu, Rasulullah ﷺ berdoa; “Allahumma mushorrifal quluub shorrif  quluubanaa ‘ala tho’atik” [Ya Allah, Dzat yang memalingkan hati, palingkanlah hati kami kepada ketaatan beribadah kepada-Mu!] (HR. Muslim : 2654).

Semua kita sangat berhjat atas pertolongan Allah ﷻ baik dalam urusan dunia lebih lebih dalam urusan ibadah.

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as Sa’di rahimahullah berkata ketika menafsirkan surat al Fatihah :


وَالْقِيَامُ بِعِبَادَةِ اللَّهِ وَالْاِسْتِعَانَةُ بِهِ هُوَ الْوَسِيْلَةُ لِلْسَعَادَةِ الْأَبَدِيَّةِ وَالنَّجَاةِ مِنْ جَمِيْعِ الشُّرُوْرِ فَلاَ سَبِيْلَ إِلَى النَّجَاةِ إِلَّا بِاْلقِيَامِ بِهِمَا. وَإِنَّمَا تَكُوْنُ الْعِبَادَةُ عِبَادَةً إِذَا كَانَتْ مَأْخُوْذَةً عَنْ رَسُوْلِ اللَّهِ ﷺ مَقْصُوْدًا بِهَا وَجْهَ اللَّهِ فَبِهَذَيْنِ الْأَمْرَيْنِ تَكُوْنُ عِبَادَةً. وَذِكْرُ {الْاِسْتِعَانَةِ} بَعْدَ {الْعِبَادَةِ} مَعَ دُخُوْلِهَا فِيْهَا، لِاحْتِيَاجِ الْعَبْدِ فِيْ جَمِيْعِ عِبَادَاتِهِ إِلَى الْاِسْتِعَانَةِ بِاللَّهِ تَعَالَى. فَإِنَّهُ إِنْ لَمْ يُعِنْهُ اللَّهُ، لَمْ يَحْصُلْ لَهُ مَا يُرِيْدُهُ مِنْ فِعْلِ الْأَوَامِرِ، وَاجْتِنَابِ النَّوَاهِيِّ.

“Menegakan ibadah kepada Allah serta memohon pertolongan-Nya adalah sarana untuk meraih kebahagiaan abadi dan keselamatan dari berbagai keburukan, maka tidak ada jalan menuju keselamatan kecuali dengan mewujudkan keduanya (ibadah dan isti’anah). Dan ibadah dinyatakan ibadah itu jika diambil dari petunjuk Rasulullah ﷺ (Ittiba’) dan meniatkan mengharap wajah Allah (ikhlas), maka dengan dua hal inilah ibadah terwujud. Lalu penyebutan Isti’anah (mohon pertolongan) setelah penyebutan ibadah, padahal isti’anah termasuk bentuk ibadah karena kebutuhan hamba atas permohonan pertolongan kepada Allah pada seluruh aspek ibadahnya, maka jika Allah tidak menolongnya, tidak akan tercapai apa yang diinginkannya berupa melakukan perintah dan menjauhkan larangan” (Tafsir Taisir al Karim ar Rahman)

Terkait minta pertolongan kepada Allah dalam beribadah , sebuah untaian doa indah yang diajarkan oleh Nabi ﷺ kepada  Mu’adz bin Jabal, sembari memegang tangan Mu’adz, Rasulullah ﷺ  bersabda “Demi Allah, aku sungguh mencintaimu. Aku wasiatkan padamu, janganlah engkau lupa untuk mengucapkan pada akhir shalat (sebelum salam):


اللَّهُمَّ أَعِنِّى عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ

ALLAHUMMA A’INNI ‘ALA DZIKRIKA WA SYUKRIKA WA HUSNI ‘IBADATIK [Ya Allah, tolonglah aku agar selalu berdzikir kepada-Mu, bersyukur pada-Mu, dan memperbagus ibadah pada-Mu].” (HR. Abu Daud dan Ahmad)


[2] TIDAK NGOYO DALAM BERAMAL.

Maksudnya beramalah  sesuai dengan KEMAMPUAN jangan dipaksakan dan jangan NGOYO.

Artinya saat semangat maka beramalah dengan penuh kesemangatan, namun ketika malas dan bosan maka janganlah MENINGGALKAN amalan, namun tetaplah beramal walaupun porsinya DIKURANGI.

Sama halnya ibadah dibulan Ramadhan tentunya seseorang akan merasakan semangat ibadah karena keberkahan bulan Ramdhan dimana seseorang dimudahkan untuk semangat beramal , waktu dan suasana yang mendukung, hal itu tidak akan di jumpai diluar ramdhan, maka solusinya tetaplah beramal di LUAR ROMADHAN walupun tidak sesempurna saat beramal dibulan Ramdhan.

Nabi ﷺ bersabda,


يَا أَيُّهَا النَّاسُ عَلَيْكُمْ مِنَ الأَعْمَالِ مَا تُطِيقُونَ فَإِنَّ اللَّهَ لاَ يَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوا وَإِنَّ أَحَبَّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ مَا دُووِمَ عَلَيْهِ وَإِنْ قَلَّ

”Wahai sekalian manusia, lakukanlah amalan sesuai dengan kemampuan kalian. Karena Allah tidaklah bosan sampai kalian merasa bosan. (Ketahuilah bahwa) amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang kontinyu (ajeg) walaupun sedikit.”  (HR Muslim)


[3] MEMBACA SIRAH PARA SALAFUS SHALIH

Diantara potret para salaf dalam mendawamkan amalan mereka yang bisa teladani :

Kisah pertama :

Sebagaimana yang diriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu Ta’ala ‘anhu, ketika menceritakan kisah Fathimah binti Muhammad ﷺ.

Suatu hari, Fathimah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta diberi pembantu (budak).

Rasulullah ﷺ berkata kepada putrinya tercinta, Fathimah radhiyallahu anha,


أَلاَ أَدُلُّكُمَا عَلَى مَا هُوَ خَيْرٌ لَكُمَا مِنْ خَادِمٍ؟ إِذَا أَوَيْتُمَا إِلَى فِرَاشِكُمَا، أَوْ أَخَذْتُمَا مَضَاجِعَكُمَا، فَكَبِّرَا ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ، وَسَبِّحَا ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ، وَاحْمَدَا ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ، فَهَذَا خَيْرٌ لَكُمَا مِنْ خَادِمٍ

“Maukah kalian berdua aku tunjukkan kepada sesuatu yang lebih baik dari seorang pembantu? Jika kalian hendak tidur, ucapkanlah takbir 33 kali, tasbih 33 kali, dan tahmid 33 kali. Hal itu lebih baik dari seorang pembantu.”

‘Ali berkata :

فَمَا تَرَكْتُهَا بَعْدُ

“Aku tidak pernah meninggalkan amal itu setelahnya (setelah ‘Ali mendengarnya dari Nabi ﷺ).”

Ditanyakan kepada ‘Ali bin Abi Thalib,


وَلاَ لَيْلَةَ صِفِّينَ؟

“Tidak pula ketika malam perang Shiffin?”
.
‘Ali menjawab,

وَلاَ لَيْلَةَ صِفِّينَ

“Tidak pula (aku tinggalkan) ketika perang Shiffin.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kisah kedua :

Dari Abu Dawud bin Abu Hindun, dari Nu’man bin Salim, dari ‘Amr bin Aus, beliau berkata, “Anbasah bin Abu Sufyan menceritakan kepadaku dengan berbisik-bisik ketika beliau sakit yang menyebabkan beliau meninggal dunia, beliau berkata, “Aku mendengar Ummu Habibah berkata, “Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda,

مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ، بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ

“Barangsiapa mendirikan shalat dua belas rakaat sehari semalam, akan dibangun untuknya rumah di surga.”

Ummu Habibah berkata,

فَمَا تَرَكْتُهُنَّ مُنْذُ سَمِعْتُهُنَّ مِنْ رَسُولِ اللهِ ﷺ

“Aku tidak pernah meninggalkannya sejak aku mendengar dari Rasulullah ﷺ.”

‘Anbasah berkata,
فَمَا تَرَكْتُهُنَّ مُنْذُ سَمِعْتُهُنَّ مِنْ أُمِّ حَبِيبَةَ

“Aku tidak pernah meninggalkannya sejak aku mendengar dari Ummu Habibah.”

‘Amr bin Aus berkata,

مَا تَرَكْتُهُنَّ مُنْذُ سَمِعْتُهُنَّ مِنْ عَنْبَسَةَ

“Aku tidak pernah meninggalkannya sejak aku mendengar dari ‘Anbasah.”

Nu’man bin Salim berkata,

مَا تَرَكْتُهُنَّ مُنْذُ سَمِعْتُهُنَّ مِنْ عَمْرِو بْنِ أَوْسٍ

“Aku tidak pernah meninggalkannya sejak aku mendengar dari ‘Amr bin Aus.” (HR. Muslim)

Kisah ketiga :

Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu Ta’ala ‘anhu, beliau berkata, “Kekasihku (Rasulullah ﷺ) berwasiat kepadaku tentang tiga hal, yang tidak pernah aku tinggalkan sampai aku mati,

صَوْمِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ، وَصَلاَةِ الضُّحَى، وَنَوْمٍ عَلَى وِتْرٍ

“Puasa tiga hari setiap bulan, shalat dhuha, dan tidur setelah menunaikan shalat witir.” (HR. Bukhari)

Demikian juga yang diriwayatkan dari sahabat Abu Darda’ radhiyallahu Ta’ala ‘anhu, beliau berkata,


أَوْصَانِي حَبِيبِي ﷺ بِثَلَاثٍ، لَنْ أَدَعَهُنَّ مَا عِشْتُ

“Kekasihku berwasiat kepadaku tentang tiga hal, yang tidak pernah aku tinggalkan selama aku hidup.” Kemudian beliau menyebutkan tiga hal di atas. (HR. Muslim)

Kisah keempat :

‘Umar bin Abu Salamah radhiyallahu ‘anhuma bercerita, “Saat aku masih kecil, aku berada dalam pengasuhan Nabi ﷺ. (Pada saat makan bersama beliau), tanganku menjelajah ke mana-mana di wadah makanan.

Lalu Nabi ﷺ berkata kepadaku,

يَا غُلَامُ ! سَمِّ اَللَّهَ , وَكُلْ بِيَمِينِكَ , وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ

“Wahai anak kecil, bacalah bismillah, makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah makanan yang ada di dekatmu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat Bukhari terdapat tambahan bahwa ‘Umar bin Abu Salamah radhiyallahu ‘anhuma berkata,

فَمَا زَالَتْ تِلْكَ طِعْمَتِي بَعْدُ

“Aku terus-menerus makan dengan model seperti itu setelahnya.”

Kisah keenam :

Kalau kita melihat sejarah perjalanan para ulama salaf setelah sahabat radhiyallahu Ta’ala ‘anhum, maka kita akan jumpai semangat yang sama sebagaimana semangat para sahabat Nabi ﷺ

Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah berkata,

مَا بَلَغَنِيْ حَدِيْثٌ عَنْ رَسُوْلِ اللَّهِ ﷺ إِلَّا عَمِلْتُ بِهِ

“Tidaklah sampai sebuah hadits kepadaku dari Rasulullah ﷺ, kecuali aku mengamalkannya.”

Kisah ketujuh :

Ibnul Qayyim rahimahullahu Ta’ala menceritakan keadaan gurunya, yaitu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu Ta’ala, ketika beliau menyebutkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu ‘Umamah, bahwa Nabi ﷺ bersabda,


مَنْ قَرَأَ آيَةَ الْكُرْسِيّ فِي دُبُرِ الصّلَاةِ الْمَكْتُوبَةِ كَانَ فِي ذِمّةِ اللّهِ إلَى الصّلَاةِ الْأُخْرَى

“Barangsiapa membaca ayat kursi pada akhir shalat wajib (maksudnya, setelah salam) maka dia berada dalam jaminan Allah sampai shalat berikutnya.”

Ibnul Qayyim rahimahullah menuturkan, “Telah sampai kepadaku dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, bahwa beliau berkata,

مَا تَرَكْتُهَا عَقِيبَ كُلّ صَلَاةٍ

‘Aku tidak pernah meninggalkannya setiap kali selesai shalat.’” (Zaadul Ma’aad, 1/285).

Demikian semoga kita diberikan kemudahan untuk meneladani mereka para salafua ahalih, dan semoga pula Allah ﷻ menganugerahkan kepada kita keistiqamahan dalam beramal sampai kita diwafatkan oleh Allah ﷻ , wallahu a'lam

0 Response to "Kiat Mendawamkan Amalan Ibadah"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel